Cerita Dewasa

Hasrat sex dalam Kebimbangan dan Sedarah Gairah Nafsu Tante dengan Anaknya

0
Please log in or register to do it.

Cerita Mesum Hot – cerita bokep Indonesia ini adalah cerita mesum yang hot dari pengalaman ku sendiri tentu nya. kita mulai saja ya cerita seks ini.. “Jangan ah, nanti suamiku cemburu,” kataku sambil menunjukkan cincin kimpoiku yang berkilat karena memang masih baru itu. Begitulah jawaban dan gaya yang kuberikan pada customer atau rekan kerja yang mencoba-coba dengan dialog-dialog menjurus, atau bahkan yang terang-terangan, dengan harapan dapat mengajakku kencan. Memang wajar saja jika banyak yang tergoda melakukan itu. Walau di kantor yang cukup bonafit di kota Surabaya ini, aku selalu menjaga sikapku, namun tak dapat dihindari bahwa aku memang dikaruniai wajah yang cantik dengan tinggi 165 cm, berat 52 kg, kaki yang jenjang dan sepasang buah dada montok. Usiaku pun masih muda untuk lingkungan kantorku, baru 24 tahun pada saat kisah ini terjadi 3 tahun yang lalu. Devi N****(edited) namaku.  Gelombang ajakan dan godaan menerpaku, namun masih mampu kutepis karena pada dasarnya aku memang mencintai suamiku. Hampir setahun menikah tanpa dikaruniai anak, pertahananku jebol saat muncul rekan kerja dari perusahaan mitra yang bernama Haris.

Walau beda perusahaan, tugas Haris menuntutnya untuk sering
datang ke kantorku dan kebetulan hubungan kerjanya sangat terkait erat
denganku. Akibatnya kami sering menghabiskan waktu bersama. Dimulai dari
pekerjaan di kantorku, lalu meeting di café beramai-ramai, yang akhirnya sering
kami lanjutkan berduaan setelah mitra kerja yang lain pulang, atau
berjalan-jalan bersama di mal untuk mencari kebutuhan kantor. Lama kelamaan
kudapatkan banyak kecocokan di antara Haris dan aku yang tak kudapatkan dalam
diri suamiku. Apalagi bidang kerja kami selaras sehingga komunikasi kami terasa
lebih “nyambung”.  Suatu siang setelah
mencari beberapa buku acuan untuk keperluan pekerjaan, kami melewati lokasi
arcade di mal besar itu dan aku melihat permainan dance machine yang sangat
kusukai, namun biasanya kumainkan sendiri karena suamiku tak menyukainya.
Spontan kuajak Haris untuk menemaniku bermain dan ternyata ia menyambutnya
dengan bersemangat karena ia juga menyukainya. Bertambah lagi satu kecocokan di
antara kami. Kami pun bermain beberapa game hingga di tengah game terakhir,
mungkin karena terlalu bersemangat mendapatkan teman bermain, aku terpeleset
sampai kakiku terkilir. Tak ada lagi yang bisa kami lakukan selain pergi ke
dokter. Sepulang dari dokter, masih dengan jalan tertatih-tatih, Haris
mengusulkan untuk mengantarku pulang saja, dan tak kembali ke kantor agar aku
bisa beristirahat. Aku setuju saja walaupun saat itu kakiku sudah tak terlalu
sakit lagi, namun masih terasa sangat mengganjal.  Setiba di rumah, kuajak Haris untuk mampir
dan ia menerimanya dengan senang hati.

Haris memapahku sampai ke kamar, lalu membantuku duduk di ranjang. Dengan manja kuminta ia mengambilkan aku minuman di dapur, karena memang sebelum mendapatkan anak, aku dan suamiku telah sepakat untuk tidak memelihara pembantu, jadi saat itu rumahku kosong. Haris mengambilkan minuman dan kembali ke kamar mendapatkan aku telah melepas blazer dan sedang memijat betisku. Ia agak tersentak melihatku, karena selain tinggal memakai blous “you can see” longgar yang membuat ketiak dan buah dadaku yang putih mulus itu mengintip nakal, posisi kakiku juga menarik rokku hingga pahaku yang juga putih mulus itu terbuka untuk menggoda matanya. Tampak sekali ia menahan diri dan mengalihkan pandangan saat memberikan minuman kepadaku. Memang “gentleman” pria ini.    “Ris, pijetin kakiku dong, biar darahnya lebih lancar. Ini balutannya kenceng banget sih, sampe sakit. Pijetanku nggak ada tenaganya nih!” ujarku tulus. Sungguh mati, pada saat itu, sikap tubuhku dan kata-kataku sama sekali tidak bertujuan menggodanya. Memang itulah yang kuinginkan, hanya pijatan untuk melancarkan darahku yang terasa terbebat, tak lebih. Haris duduk di pinggir ranjang dan mulai memijat betisku dari bawah lutut sampai hampir mencapai pergelangan kakiku yang dibalut perban. “Kayaknya emang harus ketat, Dev. Dokter bilang, supaya bengkaknya lebih cepet kempes,”

Baca Juga Cerita Mesum Hot : CERITA SEXKU DENGAN BU DOSEN

tukas Haris sambil terus memijatku. “Mmm, iya kali,” jawabku
sekenanya sementara mataku terpejam menikmati pijatannya yang memang membuat
kakiku lebih nyaman. Tak lama Haris memijat sampai kurasakan kenyamanan dalam
tubuhku berangsur beralih menjadi perasaan berdesir yang aneh setiap kali
tangan kekarnya menyentuh kakiku. Kubuka mata dan kutatap wajah Haris yang
tampak serius memijat kakiku. Sama sekali tidak tampan, bahkan cenderung keras,
wajah Haris sangat bertolak belakang dengan sikapnya yang demikian lembut
memperlakukanku selama ini.  Tenaga dan
penampilan keras serta sikap lembut, kombinasi yang tak kudapatkan dari
suamiku, ditambah berbagai macam kecocokan di antara kami. Mungkin inilah yang
mendorongku untuk menggeser posisiku mendekatinya, lalu mencium bibirnya. Haris
terkejut, namun tak berusaha menghindar. Dibiarkannya aku mencium bibirnya
beberapa saat sebelum akhirnya ia merespon dengan hisapan lembut pada bibir bawahku
yang basah. Kami saling menghisap bibir beberapa saat sampai akhirnya Haris
yang lebih dulu melepas ciuman hangat kami. “Dev..” katanya ragu. Kami saling
menatap beberapa saat. Komunikasi tanpa kata-kata akhirnya memberi jawaban dan
keputusan yang sama dalam hati kami, lalu hampir berbarengan, wajah kami
sama-sama maju dan kembali saling berciuman dengan mesra dan hangat, saling
menghisap bibir, lalu lama kelamaan, entah siapa yang memulai, aku dan Haris
saling menghisap lidah dan ciuman pun semakin bertambah panas dan
bergairah.  Ciuman dan hisapan berlanjut
terus, sementara tangan Haris mulai beralih dari betisku, merayap ke pahaku dan
membelainya dengan lembut. Darahku semakin berdesir. Mataku terpejam.

Entah bagaimana pria yang tampaknya sekasar dia bisa
menyentuh selembut ini, aku tak peduli dan menikmati saja kelembutan yang
memancing gairah ini. Kembali Haris yang melepas bibirnya dari bibirku. Namun
kali ini, dengan lembut namun tegas, ia mendorong tubuhku sambil satu tangannya
masih terus membelai pahaku, membuat kedua tanganku yang menahanku pada posisi
duduk tak kuasa melawan dan aku pun terbaring pasrah menikmati belaiannya,
sementara ia sendiri membaringkan tubuhnya miring di sisiku. Haris mengambil
inisiatif mencium bibirku kembali, yang serta merta kubalas dengan hisapan
bernapsu pada lidahnya. Mungkin saat itu gairahku semakin menggelegak akibat
tangannya yang mulai beralih dari pahaku ke selangkanganku, meremas-remas
vaginaku yang masih terbalut celana dalam itu dengan lembut namun perkasa.  “Mmhhh… Harrissshhh..” desahku di sela-sela
ciuman panas kami. Aku agak tidak rela saat tangan kekarnya meninggalkan
selangkanganku, namun ia mulai menarik blousku hingga terlepas dari jepitan
rokku, lalu ia loloskan dari kepalaku. Buah dada montok yang mengintip menggoda
dari BH-ku tak disentuhnya, membuatku semakin penasaran. Ia kembali mencium
bibirku, namun kali ini lidahnya mulai berpindah-pindah ke telinga dan leherku,
untuk kembali lagi ke bibir dan lidahku. Permainannya yang lembut dan tak tergesa-gesa
ini membuatku sangat penasaran dan terpancing menjadi semakin bergairah, sampai
akhirnya ia mulai memainkan tangannya meraba-raba dadaku dan sesekali
menyelipkan jarinya ke balik BH menggesek-gesek putingku yang saat itu sudah
tegak mengacung.

Aku sendiri tidak tinggal diam dan mulai melepas kancing
bajunya, dan setelah bajunya kulepaskan untuk menyingkap dada bidang dan kekar
di depan mataku, ia pun memutuskan untuk mengalihkan godaan lidahnya ke buah
dadaku.  Dihisap dan dijilatnya buah
dadaku sementara tangannya merogoh ke balik punggungku untuk melepas kait
BH-ku. Ia melempar BH-ku ke lantai sambil tidak buang waktu lagi mulai
menjilati putingku yang memang sudah menginginkan ini dari tadi. “Ooohhh…”
desahku langsung terlontar tak tertahankan begitu lidahnya yang basah dan kasar
menggesek putingku yang terasa sangat peka. Terus Haris menjilati dan menghisap
dada dan putingku di sela-sela desah dan rintihku yang sangat menikmati
gelombang rangsangan demi rangsangan yang semakin lama semakin menggelora ini,
sementara tangannya mulai melepas celananya, sehingga kini ia benar-benar
telanjang bulat.  Haris melepas putingku
lalu bangkit berlutut mengangkangi betisku. Penisnya yang besar dan berotot
mengacung dengan bangga. Ia melepas rokku dan membungkukkan badannya menjilati
pahaku. Kembali lidahnya yang basah dan kasar menghantarkan setruman birahi
hebat yang merebak ke seluruh tubuhku pada setiap sentuhannya di pahaku.

Apalagi bila lidahnya menggoda selangkanganku dengan
jilatannya yang sesekali melibas pinggiran vaginaku, semili lagi untuk
menyentuh bibir vaginaku. Yang bisa kulakukan hanya mendesah dan merintih
pasrah melawan gejolak birahi penasaranku yang menginginkan lebih.  Akhirnya, dengan menyibakkan celana dalamku,
Haris mengalihkan jilatannya ke bibir vaginaku yang telah begitu basah penuh
lendir birahi. “Gggaaahhh.. Harrrissshh.. ohhh..” rintihanku langsung menyertai
ledakan kenikmatan yang kurasakan saat lidah Haris melalap vaginaku dari bawah
sampai ke atas, menyentuh klitorisku. 
“Ohhh.. ohhh.. ngh.. ngh.. ngh.. ohhh..” Aku memajumundurkan pantatku
seirama dengan jilatannya pada vaginaku, sementara tanganku mengacak-acak dan
menjambak-jambak rambutnya. Lendir gairah mengalir dari vaginaku, diterima oleh
lidah dan mulut Haris yang tak henti menjilat dan menghisap vaginaku.
Kenikmatan merebak perlahan, berpangkal dari vaginaku ke seluruh tubuhku,
membuat pandanganku gelap dan kepalaku terasa melayang. Aku tahu aku hampir
mencapai klimaks, padahal masih menginginkan lebih. Mungkin mengetahui itu
juga, Haris melepas lidahnya dari vaginaku, dan melepas celana dalamku yang
sudah basah kuyup tak karuan. Kini kami sama-sama telanjang bulat. Tubuh kekar
Haris berlutut di depanku. Vaginaku panas, basah dan berdenyut-denyut.  Haris membuka kakiku hingga mengangkang
semakin lebar, lalu menurunkan pantatnya dan menuntun penisnya ke bibir
vaginaku. “Hngk!” kerongkonganku tercekat saat kepala penis Haris menembus
vaginaku. Walau telah basah berlendir, tak urung penis Haris yang demikian
kekar berotot begitu seret memasuki liang vaginaku yang belum pernah dilewati
bayi ini, membuatku menggigit bibir menahan kenikmatan hebat bercampur sedikit
rasa sakit. Tanpa terburu-buru, Haris kembali menjilati dan menghisap putingku
yang masih mengacung dengan lembut, kadang menggodaku dengan menggesekkan
giginya pada putingku, tak sampai menggigitnya, lalu kembali menjilati dan
menghisap putingku, membuatku tersihir oleh kenikmatan tiada tara, sementara
setengah penisnya bergerak perlahan dan lembut dalam vaginaku. Ia menggerak-gerakkan
pantatnya maju mundur dengan perlahan, memancing gairahku semakin bergelora dan
lendir birahi semakin banyak meleleh di vaginaku, melicinkan jalan masuk penis
berotot ini ke dalam liang kenikmatanku.

Lidahnya yang kasar dan basah berpindah-pindah dari satu puting ke puting yang lain, membuat kepalaku terasa semakin melayang didera kenikmatan gairah.  Akhirnya seluruh penis Haris tertelan oleh vaginaku, memberiku kenikmatan hebat, seakan vaginaku dipaksa meregang, mencengkeram otot besar dan keras ini. Melepas putingku, Haris mulai memaju-mundurkan pantatnya perlahan, sementara aku pun mulai membalas dengan gerakan pantat yang maju-mundur dan kadang berputar menyelaraskan gerakan pantatnya, sementara napas kami semakin tersengal-sengal diselingi desah penuh kenikmatan.  “Hhhh.. hhh.. hhh.. Devvvv.. ohhh ..nikmmattthh sahyangghh..” “Ohhh.. Harrizzz.. hhh.. hhhh.. hhh.. hhhh.. mmm..”  Terus kami saling memberi kenikmatan, sementara lidah Haris kembali menari di putingku yang memang gatal memohon jilatan lidah kasarnya. Aku sendiri hanya bisa menikmati semua itu sambil meremas-remas rambutnya. Rasa kesemutan berdesir dan setruman nikmat yang sempat terhenti kembali merebak perlahan berpusat dari vagina dan putingku, ke seluruh tubuhku hingga ujung jariku. Kenikmatan menggelegak ini merayap begitu perlahan sehingga terasa seakan berjam-jam, walau sebenarnya hanya sekitar 20 menit. Penis Haris semakin cepat dan kasar menggenjot vaginaku dan menggesek-gesek dinding vaginaku yang mencengkeram erat. Hisapan dan jilatannya pada putingku pun semakin cepat dan bernapsu.

Baca Juga Cerita Hot : NIKMATNYA TUBUH MAMA

Aku begitu menikmatinya sampai akhirnya seluruh tubuhku
terasa penuh setruman birahi yang intensitasnya perlahan terus bertambah seakan
tanpa henti hingga akhirnya seluruh tubuhku terpaksa bergelinjang tanpa bisa
kukendalikan saat kenikmatan gairah ini meledak dalam seluruh tubuhku.  “Ngghhh.. nghhh.. nghhhhhh.. Harrrizzzhhhh..
Akkkk!!” pekikanku meledak menyertai gelinjang liar tubuhku dan ledakan kenikmatan
klimaks dalam tubuhku, membuat Haris semakin mengendalikan gerakannya yang
tadinya cepat dan kasar itu menjadi perlahan dan kembali lembut. Ledakan
kenikmatan orgasmeku yang terasa seperti berpuluh-puluh menit itu menyemburkan
lendir orgasme dalam vaginaku, sementara Haris dengan menggoda terus
menggerakkan penisnya secara sangat perlahan, di mana setiap mili penis Haris
menggesek dinding vaginaku, suatu kenikmatan orgasme meledak dalam
tubuhku.  Beberapa detik kenikmatan yang
terasa seperti puluhan menit itu akhirnya berakhir dengan tubuhku yang terkulai
lemas dengan penis Haris masih di dalam vaginaku yang berdenyut-denyut di luar
kendaliku. Tanpa tergesa-gesa, Haris mengecup bibir, pipi dan leherku dengan
lembut dan mesra, sementara kedua lengan kekarnya memeluk tubuh lemasku dengan
erat, membuatku benar-benar merasa aman, terlindung dan sangat disayangi. Ia
sama sekali tidak menggerakkan penisnya yang masih besar dan keras di dalam
vaginaku. Ia memberiku kesempatan untuk mengatur napasku yang terengah-engah.  Setelah aku kembali “sadar” dari ledakan
kenikmatan klimaks yang memabukkan tadi, aku pun mulai membalas ciuman Haris,
memancing Haris untuk kembali memainkan lidahnya pada lidahku dan menghisap
bibir dan lidahku semakin liar.

Gairah Haris yang sempat tertahan tampak semakin terpancing
dan ia mulai kembali menggerak-gerakkan pantatnya perlahan-lahan, menggesekkan
penisnya pada dinding vaginaku. Respon gerakan pantatku membuatnya semakin liar
dan berani melayani gairahnya yang memang tampak sudah mendekati puncak.
Genjotan penisnya pada vaginaku semakin cepat, kasar dan liar. Walau sudah tak
menikmati rangsangan lagi, hanya menikmati kebersamaan, aku tak merasa disakiti
oleh genjotan penis Haris yang semakin bernapsu, semakin cepat, semakin kasar,
hingga akhirnya ledakan lendir kental panas muncrat bertubi-tubi di dalam
vaginaku.  “Hngk.. ngggghhh.. Devvv..”
Haris melenguh menyertai ejakulasi puncaknya yang kubuat semakin nikmat dengan
menekan pantatku maju, menancapkan penisnya sedalam-dalamnya di dalam vaginaku,
sambil kupeluk tubuhnya erat. Setelah mengejang beberapa detik, tubuh Haris
melemas dan ambruk menindih tubuhku. Berat memang, namun Haris menyadari itu
dan segera menggulingkan dirinya, rebah di sisiku. Dua tubuh telanjang
bermandikan keringat terbaring berdampingan di ranjang, tersungging senyum
penuh kepuasan pada bibir kami berdua. Haris memeluk tubuhku dan mengecup
pipiku, membuatku merasa semakin nyaman dan puas.  Sekembali Haris ke kantor, aku termenung
sendirian di ranjang. Suatu kenyataan yang tadi sama sekali tak terpikir olehku
mulai merebak dalam kesadaranku. Aku telah menikmati perbuatan nista dan telah
mengkhianati suamiku. Aku mulai merasa berdosa, sementara di lain pihak, aku
sangat menikmatinya dan sangat ingin melakukannya lagi.  Hati dan akal sehat terpecah dan menyeretku
ke dua arah yang berlawanan. Pergumulan batin terjadi membuatku limbung dalam
hidup. Akhirnya kuputuskan untuk menjauhi Haris dan kuminta dia untuk
menjauhiku. Kulimpahkan tugasku pada seorang bawahanku, sehingga aku tak perlu
terlalu sering bertemu dengan Haris lagi. Setelah beberapa minggu dalam kondisi
seperti ini, Haris berhenti bertugas di kantorku.

Entah itu keinginannya sendiri atau memang ia
dialihtugaskan, aku tidak tahu. Namun hingga kini, pergumulan batin dalam
diriku masih terus berlangsung. Aku masih merindukan dan menginginkan sentuhan
tangan kekar Haris, sementara di lain pihak aku tetap mencintai dan ingin setia
pada suamiku yang begitu baik hati, namun tak bisa memberikan yang telah
diberikan Haris padaku.

Sedarah Gairah Nafsu Tante dan Anaknya

Sesaat lamanya aku hanya berdiri di depan pintu gerbang sebuah rumah mewah tetapi berarsitektur gaya Jawa kuno. Hampir separuh bagian rumah di depanku itu adalah terbuat dari kayu jati tua yang super awet. Di depan terdapat sebuah pendopo kecil dengan lampu gantung kristalnya yang antik. Lantai keramik dan halaman yang luas dengan pohon-pohon perindangnya yang tumbuh subur memayungi seantero lingkungannya. Aku masih ingat, di samping rumah berlantai dua itu terdapat kolam ikan Nila yang dicampur dengan ikan Tombro, Greskap, dan Mujair. Sementara ikan Geramah dipisah, begitu juga ikan Lelenya. Dibelakang sana masih dapat kucium adanya peternakan ayam kampung dan itik. Tante Yustina memang seorang arsitek kondang dan kenamaan.  Enam tahun aku tinggal di sini selama sekolah SMU sampai D3-ku, sebelum akhirnya aku lulus wisuda pada sebuah sekolah pelayaran yang mengantarku keliling dunia. Kini hampir tujuh tahun aku tidak menginjakkan kakiku di sini. Sama sekali tidak banyak perubahan pada rumah Tante Yus. Aku bayangkan pula si Vivi yang dulu masih umur lima tahun saat kutinggalkan, pasti kini sudah besar, kelas enam SD.  Kulirik jarum jam tanganku, menunjukkan pukul 23:35 tepat.

Hasrat sex dalam Kebimbangan dan Sedarah Gairah Nafsu Tante dengan Anaknya

Masih sesaat tadi kudengar deru lembut taksi yang mengantarku ke desa Kebun Agung, sleman yang masih asri suasana pedesaannya ini. Suara jangkrik mengiringi langkah kakiku menuju ke pintu samping. Sejenak aku mencari-cari dimana dulu Tante Yus meletakkan anak kuncinya. Tanganku segera meraba-raba ventilasi udara di atas pintu samping tersebut. Dapat. Aku segera membuka pintu dan menyelinap masuk ke dalam.  Sejenak aku melepas sepatu ket dan kaos kakinya. Hmm, baunya harum juga. Hanya remang-remang ruangan samping yang ada. Sepi. Aku terus saja melangkah ke lantai dua, yang merupakan letak kamar-kamar tidur keluarga. Aku dalam hati terus-menerus mengagumi figur Tante Yus. Walau hidup menjada, sebagai single parents, toh dia mampu mengurusi rumah besar karyanya sendiri ini. Lama sekali kupandangi foto Tante Yus dan Vivi yang di belakangnya aku berdiri dengan lugunya. Aku hanya tersenyum.  Kuperhatikan celah di bawah pintu kamar Vivi sudah gelap. Aku terus melangkah ke kamar sebelahnya. Kamar tidur Tante Yus yang jelas sekali lampunya masih menyala terang. Rupanya pintunya tidak terkunci. Kubuka perlahan dan hati-hati. Aku hanya melongo heran. Kamar ini kosong melompong. Aku hanya mendesah panjang. Mungkin Tante Yus ada di ruang kerjanya yang ada di sebelah kamarnya ini. Sebentar aku menaruh tas ransel parasit dan melepas jaket kulitku. Berikutnya kaos oblong Jogja serta celana jeans biruku. Kuperhatikan tubuhku yang hitam ini kian berkulit gelap dan hitam saja. Tetapi untungnya, di tempat kerjaku pada sebuah kapal pesiar itu terdapat sarana olah raga yang komplit, sehingga aku kian tumbuh kekar dan sehat.  Tidak perduli dengan kulitku yang legam hitam dengan rambut-rambut bulu yang tumbuh lebat di sekujur kedua lengan tangan dan kakiku serta dadaku yang membidang sampai ke bawahnya, mengelilingi pusar dan terus ke bawah tentunya. Air.

Ya aku hanya ingin merasakan siraman air shower dari kamar
mandi Tante Yus yang bisa hangat dan dingin itu. Aku hendak melepas cawat
hitamku saat kudengar sapaan yang sangat kukenal itu dari belakangku,
“Andrew..? Kaukah itu..?”  Aku segera
memutar tubuhku. Aku sedikit terkejut melihat penampilan Tante Yus yang agak
berbeda. Dia berdiri termangu hanya mengenakan kemeja lengan panjang dan
longgar warna putih tipis tersebut dengan dua kancing baju bagian atasnya yang
terlepas. Sehingga aku dapat melihat belahan buah dadanya yang kuakui memang
memiliki ukuran sangat besar sekali dan sangat kencang, serta kenyal. Aku
yakin, Tante Yus tidak memakai BH, jelas dari bayangan dua bulatan hitam yang
samar-samar terlihat di ujung kedua buah dadanya itu. Rambutnya masih lebat
dipotong sebatang bahunya. Kulit kuning langsat dan bersih sekali dengan warna
cat kukunya yang merah muda.  “Ngg..,
selamat malam Tante Yus… maaf, keponakanmu ini datang dan untuk berlibur di
sini tanpa ngebel dulu. Maaf pula, kalau tujuh tahun lamanya ini tidak pernah
datang kemari. Hanya lewat surat, telpon, kartu pos, e-mail.., sekali lagi,
saya minta maaf Tante. Saya sangat merindukan Tante..!” ucapku sambil kubiarkan
Tante Yus mendekatiku dengan wajah haru dan senangnya. “Ouh Andrew… ouh..!”
bisik Tante Yus sambil menubrukku dan memelukku erat-erat sambil membenamkan
wajahnya pada dadaku yang membidang kasar oleh rambut. Aku sejenak hanya
membalas pelukannya dengan kencang pula, sehingga dapat kurasakan desakan
puting-puting dua buah dadanya Tante Yus. 
“Kau pikir hanya kamu ya, yang kangen berat sama Tante, hmm..? Tantemu
ini melebihi kangennya kamu padaku. Ngerti nggak..?

Gila kamu Andrew..!” imbuhnya sambil memandangi wajahku
sangat dekat sekali dengan kedua tangannya yang tetap melingkarkan pada
leherku, sambil kemudian memperhatikan kondisi tubuhku yang hanya bercawat ini.
Tante Yustina tersenyum mesra sekali. Aku hanya menghapus air matanya. Ah Tante
Yus… “Ya, untuk itulah aku minta maaf pada Tante…” “Tentu saja, kumaafkan..”
sahutnya sambil menghela nafasnya tanpa berkedip tetap memandangiku, “Kamu
tambah gagah dan ganteng Andrew. Pasti di kapal, banyak crew wanita yang bule
itu jatuh cinta padamu. Siapa pacarmu, hmm..?” “Belum punya Tan. Aku masih
nabung untuk membina rumah tangga dengan seorang, entah siapa nanti. Untuk itu,
aku mau minta Tante bikinkan aku desain rumah…” “Bayarannya..?” tanya Tante Yus
cepat sambil menyambar mulutku dengan bibir tipis Tante Yus yang merah.  Aku terkejut, tetapi dalam hati senang juga.
Bahkan tidak kutolak Tante Yus untuk memelukku terus menerus seperti ini. Tapi
sialnya, batang kemaluanku mulai merinding geli untuk bangkit berdiri. Padahal
di tempat itu, perut Tante Yus menekanku. Tentu dia dapat merasakan perubahan
kejadiannya.  “Aku… ngg…” “Ahh, kamu
Andrew. Tante sangat kangen padamu, hmm… ouh Andrew… hmm..!” sahut Tante Yus
sambil menerkam mulutku dengan bibirnya. Aku sejenak terkejut dengan serbuan
ganas mulut Tante Yus yang kian binal melumat-lumat mulutku, mendasak-desaknya
ke dalam dengan buas. Sementara jemari kedua tangannya menggerayangi seluruh
bagian kulit tubuhku, terutama pada bagian punggung, dada, dan selangkanganku.
Tidak karuan lagi, aku jadi terangsang. Kini aku berani membalas ciuman buas
Tante Yus. Nampaknya Tante Yus tidak mau mengalah, dia bahkan tambah liar lagi.
Kini mulut Tante Yus merayap turun ke bawah, menyusuri leherku dan dadaku.
Beberapa cupangan yang meninggalkan warna merah menghiasi pada leher dan
dadaku.

Kini dengan liar Tante Yus menarik cawatku ke bawah setelah jongkok persis di depan selangkanganku yang sedikit terbuka itu. Tentu saja, batang kemaluanku yang sebenarnya telah meregang berdiri tegak itu langsung memukul wajahnya yang cantik jelita.  “Ouh, gila benar. Tititmu sangat besar dan kekar, An. Ouh… hmmm..!” seru bergairah Tante Yus sambil memasukkan batang kejantananku ke dalam mulutnya, dan mulailah dia mengulum-ngulum, yang seringkali dibarengi dengan mennyedot kuat dan ganas. Sementara tangan kanannya mengocok-ngocok batang kejantananku, sedang jemari tangan kirinya meremas-remas buah kemaluanku. Aku hanya mengerang-ngerang merasakan sensasi yang nikmat tiada taranya. Bagaimana tidak, batang kemaluanku secara diam-diam di tempat kerjaku sana, kulatih sedemikian rupa, sehingga menjadi tumbuh besar dan panjang. Terakhir kuukur, batang kejantanan ini memiliki panjang 25 sentimeter dengan garis lingkarnya yang hampir 20 senti. Rambut kemaluan sengaja kurapikan.  Tante Yus terus menerus masih aktif mengocok-ngocok batang kemaluanku. Remasan pada buah kemaluanku membuatku merintih-rintih kesakitan, tetapi nikmat sekali. Bahkan dengan gilanya Tante Yus kadangkala memukul-mukulkan batang kemaluanku ini ke seluruh permukaan wajahnya. Aku sendiri langsung tidak mampu menahan lebih lama puncak gairahku. Dengan memegangi kepala Tante Yus, aku menikam-nikamkan batang kejantananku pada mulut Tante Yus. Tidak karuan lagi,

Baca Juga Cerita Hot Terbaru : ADIK IPARKU TEMPAT MELAMPIASKAN NAFSUKU

Tante Yus jadi tersendak-sendak ingin muntah atau batuk. Air
matanya malah telah menetes, karena batang kejantananku mampu mengocok sampai
ke tenggorokannya.  Pada satu kesempatan,
aku berhasil mencopot kemejanya. Aku sangat terkejut saat melihat ukuran buah
dadanya. Luar biasa besarnya. Keringat benar-benar telah membasahi kedua tubuh
kami yang sudah tidak berpakaian lagi ini. Dengan ganas, kedua tangan Tante Yus
kini mengocok-ngocok batang kemaluanku dengan genggamannya yang sangat erat
sekali. Tetapi karena sudah ada lumuran air ludah Tante Yus, kini jadi licin
dan mempercepat proses ejakulasiku. “Crooot… cret.. croot… creeet..!”
menyemprot air maniku pada mulut Tante Yus. Saat spremaku muncrat, Tante Yus
dengan lahap memasukkan batang kemaluanku kembali ke dalam mulutnya sambil
mengurut-ngurutnya, sehingga sisa-sisa air maniku keluar semua dan ditelan habis
oleh Tante Yus.  “Ouhh… ouh.. auh Tante…
ouh..!” gumamku merasakan gairahku yang indah ini dikerjai oleh Tante Yus.
“Hmmm… Andrew… ouh, banyak sekali air maninya. Hmmm.., lezaat sekali. Lezat.
Ouh… hmmm..!” bisik Tante Yus menjilati seluruh bagian batang kemaluanku dan
sisa-sisa air maninya. Sejenak aku hanya mengolah nafasku, sementara Tante Yus
masih mengocok-ngocok dan menjilatinya. “Ayo, Andrew… kemarilah Sayang..,
kemarilah Baby..!” pintanya sambil berbaring telentang dan membuka kedua belah
pahanya lebar-lebar.  Aku tanpa membuang
waktu lagi, terus menyerudukkan mulutku pada celah vagina Tante Yus yang
merekah ingin kuterkam itu. Benar-benat lezat. Vagina Tante Yus mulai
kulumat-lumat tanpa karuan lagi, sedangkan lidahku menjilat-jilat deras seluruh
bagiang liang vaginanya yang dalam. Berulang kali aku temukan kelentitnya lewat
lidahku yang kasar. Rambut kemaluan Tante Yus memang lebat dan rindang.
Cupangan merah pun kucap pada seluruh bagian daging vagina Tante Yus yang
menggairahkan ini. Tante Yus hanya menggerinjal-gerinjal kegelian dan sangat
senang sekali nampaknya. Kulirik tadi, Tante Yus terus-menerus melakukan
remasan pada buah dadanya sendiri sambil sesekali memelintir puting-putingnya.
Berulang kali mulutnya mendesah-desah dan menjerit kecil saat mulutku menciumi
mulut vaginanya dan menerik-narik daging kelentitnya. 

“Ouh Andrew… lakukan sesukamu.. ouh.., lakukan, please..!”
pintanya mengerang-erang deras. Selang sepuluh menit kemuadian, aku kini
merayap lembut menuju perutnya, dan terus merapat di seluruh bagian buah
dadanya. Dengan ganas aku menyedot-nyedot puting payudaranya. Tetapi air
susunya sama sekali tidak keluar, hanya puting-puting itu yang kini mengeras
dan memanjang membengkak total. Di buah dadanya ini pula aku melukiskan cupanganku
banyak sekali. Berulang kali jemariku memilin-milin gemas puting-puting susu
Tante Yus secara bergantian, kiri kanan. Aku kini tidak tahan lagi untuk
menyetubuhi Tanteku. Dengan bergegas, aku membimbing masuk batang kemaluanku
pada liang vaginanya.  “Ooouhkk.. yeaaah…
ayoo.. ayooo… genjot Andrew..!” teriak Tante Yus saat merasakan batang
kejantananku mulai menikam-nikam liar mulut vaginanya. Sambil menopang tubuhku
yang berpegangan pada buah dadanya, aku semakin meningkatkan irama keluar masuk
batang kemaluanku pada vagina Tante Yus. Wanita itu hanya berpegangan pada
kedua tanganku yang sambil meremas-remas kedua buah dadanya. “Blesep… sleeep…
blesep..!” suara senggama yang sangat indah mengiringi dengan alunan lembut.

Selang dua puluh menit puncak klimaks itu kucapai dengan
sempurna, “Creeet… croot… creeet..!” “Ouuuhhhkk.. aooouhkk… aaahhk..,” seru
Tante Yus menggelepar-gelepar lunglai. “Tante… ouhhh..!” gumamku merasakan
keletihanku yang sangat terasa di seluruh bagian tubuhku. Dengan batang kemaluan
yang masih tetap menancap erat pada vagiana Tante Yus, kami jatuh tertidur.
Tante Yus berada di atasku.  Karena
kelelahanku yang sangat menguasai seluruh jaringan tubuhku, aku benar-benar
mampu tertidur dengan pulas dan tenang. Entah sudah berapa lama aku tertidur
pulas, yang jelas saat kubangun udara dingin segera menyergapku. Sial. Aku
sadar, ini di desa dekat Merapi, tentu saja dingin. Tidak berapa lama jam
dinding berdentang lima sampai enam kali. Jam enam pagi..! Dengan agak malas
aku beranjak berdiri, tetapi tidak kulihat Tante Yus ada di kamar ini. Sepi dan
kosong. Dimana dia..? Aku terus mencoba ingin tahu. Dalam keadaan bugil ini,
aku melangkah mendekati meja lampu. Secarik kertas kutemukan dengan tulisan
dari tangan Tante Yustina.  Andrew
sayang, Tante kudu buru-buru ke Jakarta pagi ini. Udah dijemput. Ada pameran di
sana. Tolong jaga rumah dan Vivi. Ttd, Yustina. 
Aku menghela nafas dalam-dalam. Gila, setelah menikmati diriku, dia
minggat. Tetapi tidak apa-apa, aku dapat beristirahat total di sini, ditemani
Vivi. Eh, tapi dimana dia..? Aku segera mengambil selembar handuk putih kecil
yang segera kulilitkan pada tubuh bawahku. Tanpa membuang waktu lagi aku segera
menyusuri rumah, dari ruang ke ruang dari kamar ke kamar. Tetapi sosok bocah SD
itu tidak kelihatan sama sekali. Aku hampir putus asa, tetapi mendadak aku
mendengar suara gemericik air pancuran dari kamar mandi ruang tamu di depan
sana. Vivi. Ya itu pasti dia. Aku segera memburu.  Kubuka pintu kamar tamu yang luas dan asri
ini. Benar.

Kulihat pintu kamar mandinya tidak ditutup, ada bayangan
orang di situ yang sedang mandi sambil bernyanyi melagukan Westlife. Edan, anak
SD nyanyinya begitu. Aku hanya tersenyum saja. Perlahan aku mendekati gawang
pintu. Aku seketika hanya menelan ludahku sendiri. Vivi berdiri membelakangiku
masih asyik bergoyang-goyang sambil menggosok seluruh tubuhnya yang telanjang
bulat itu dengan sabun. Rambut panjangnya tumbuh lurus dan hitam sebatas
pinggang. Berkulit kuning langsat dan nampaknya halus sekali. Kusadari dia
telah tumbuh lebih dewasa.  Air shower
masih menyiraminya dengan hangat. Pantatnya sungguh indah bergerak-gerak penuh
gairah. Hanya aku belum lihat buah dadanya. Tanpa kuduga, Vivi membalikkan
badannya. Aku yang melamun, seketika terkejut bukan main, takut dan khawatir
membuatnya kaget lalu marah besar. Ternyata tidak.  “Mas..? Mas Andrew..?” bertanya Vivi tidak
percaya dengan wajah senang bercampur kaget. Aku hanya menghela nafas lega.
Dapat kuperhatikan kini, buah dadanya Vivi telah tumbuh cukup besar.
Puting-putingnya hitam memerah kelam dan tampak menonjol indah. Kira-kira buah
dadanya ya, sekitar seperti tutup gelas itu. Seperti belum tumbuh, tetapi kok
terlihat sudah memiliki daging menonjolnya. Sedangkan rambut kemaluannya sama
sekali belum tumbuh. Masih bersih licin. 
“Hai vivi, apa kabarnya..?” tanyaku mendekat. Vivi hanya tersenyum,
“Masih ingat ketika kita renang bersama di rumahku dulu..? Kita berdua kan..?
Hmm..?” sambungku meraih bahunya. Air terus menyirami tubuhnya, dan kini juga
tubuhku. Vivi mengangguk ingat. “Ya. Ngg.., bagaimana kalau kita mandi bareng
lagi Mas. Vivi kangen… mas andrew.. ouh..!” ujarnya memeluk pinggangku.

Aku mengangkut tubuhnya yang setinggi dadaku ini dengan
erat. “Tentu saja, yuk..!”  Aku
menurunkan Vivi. “Kapan Mas datangnya..?” “Tadi malam. Vivi lagi tidur ya..?”
“Hm.. Mh..!” Aku melepas handukku yang kini basah. Saat kulepas handukku, Vivi
tampak kaget melihat rambut kemaluanku yang tumbuh rapih. Segera saja tangannya
menjamah buah kemaluan dan bantang kejantananku. “Ouh.., Mas sudah punya rambut
lebat ya. Vivi belum Mas..,” ujarnya sambil memperhatikan vaginanya yang kecil.
Tentu saja aku jadi geli, batang kemaluanku diraba-raba dan ditimang-timang
jemari tangan mungil Vivi yang nakal ini. 
“Itu karena Vivi masih kecil. Nanti pasti juga memiliki rambut kemaluan.
Hmm..?” ucapku sambil membelai wajahnya yang manis sekali. Vivi hanya tersipu.
Sialnya, aku kini jadi kian geli saat Vivi menarik-narik batang kejantananku
dengan candanya.

“Ihhh.., kenyal sekali… ouh.., seperti belalai ya Mas..!”
Aku jadi terangsang. Gila. “Belalai ini bisa akan jadi tumbuh besar dan panjang
lho. Vivi mau lihat..?” “Iya Mas.., gimana tuh..?” “Vivi mesti mengulum,
menghisap-hisap dan menyedotnya dengan kuat sekali batang zakar ini. Gimana..?
Enak kok..!” kataku merayu dengan hati yang berdebar-debar kencang. Vivi
sejenak berpikir, lalu tanpa menoleh ke arahku lagi, dia memasukkan ujung
batang kejantananku ke dalam mulutnya. Wow..! Gadis kecil ini langsung
melakukan perintahku, lebih-lebih aku mengarahkan juga untuk mengocok-ngocok
batang kemaluanku ini, Vivi menurut saja, dia malah kegirangan senang sekali.
Dianggapnya batang ku adalah barang mainan baginya.  “Iya Mas. Tambah besar sekali dan panjang..!”
serunya kembali melumat-lumatkan batang kejantananku dan mengocok keras
batangnya. Sekarang Vivi kuajari lagi untuk meremas buah kemaluanku. Aku
membayangkan semua itu bahwa Tante Yus yang melakukan. Indah sekali sensasinya.
Tetapi nyatanya aku tengah dipompa nafsu seksku dari bocah cilik ini. Edan,
sepupuku lagi. Tetapi apa boleh buat. Aku lagi kebelet sekali kini. Yang ada
hanyalah Vivi yang lugu dan bodoh tetapi mengasyikan sekali. Batang
kejantananku kini benar-benar telah tumbuh sempurna keras dan panjangnya. Vivi
kian senang. Aku kian tidak tahan. 
“Teruskan Vi, teruskan… ya.., ya… lebih keras dan kenceng… lakukanlah
Sayang..!” perintahku sambil mengerang-erang. Setelah hampir lima belas menit
kemudian, air maniku muncrat tepat di dalam mulut Vivi yang tengah menghisap
batang kemaluanku. “Creeet… crooot.. creet.. cret..!” “Hup.. mhhhp..!” teriak
kaget Vivi mau melepaskan batang kemaluanku. Tetapi secepat itu pula dia
kutahan untuk tetap memasukkan batang kemaluanku di dalam mulutnya.  “Telan semua spermanya Vi. Itu namanya
sperma. Enak sekali kok, bergizi tinggi. Telan semuanya, ya.. yaaa… begitu…
terus bersihkan sisa-sisanya dari batangnya Mas..!” perintahku yang dituruti
dengan sedikit enggan. Tetapi lama kelamaan Vivi tampak keasyikan mencari-cari
sisa air maniku. “Enak sekali Mas. Tapi kental dan baunya, hmm.., seperti air
tajin saat Mama nanak nasi..! Enak pokoknya..! Lagi dong Mas, keluarkan
spermanya..!” Gila. Gila betul. Aku masih mencoba mengatur jalannya nafasku,
Vivi minta spermaku lagi..? Edan anak ini. 
“Baik, tapi kini Vivi ikuti perintahku ya..! Nanti tambah asyik, tapi
sakit. Gimana..?” “Kalau enak dan asyik, mauh. Nggak papa sakit dikit. Tapi
spermanya ada lagi khan..?” Aku mengangguk. Vivi mulai kubaringkan sambil
kubuka kedua belahan pahanya yang mulus itu untuk melingkari di pinggangku.
Vivi memperhatikan saja. Air dari shower masih mengucuri kami dengan dingin
setelah tadi sempat kuganti ke arah cool. “Auuuh, aduh.. Mas..!”

teriak vivi kaget saat aku memasukkan batang kejantananku ke
dalam liang vaginanya yang jelas-jelas sangat sempit itu.  Tetapi aku tidak perduli lagi. Kukocok vagina
Vivi dengan deras dan kencang sambil kuremas-remas buah dadanya yang kecil,
serta menarik-narik puting-puting buah dadanya dengan gemas sekali. Vivi semakin
menjerit-jerit kesakitan dan tubuhnya semakin menggerinjal-gerinjal hebat.
“Sakiiit.. auuuh Mas.., Mas hentikan saja… sakiiit, perih sekali Mas,
periiihhh… ouuuh akkkh… aouuuhkkk..!” menjerit-jerit mulut manisnya itu yang
segera saja kuredam dengan melumat-lumat mulutnya.  “Blesep.. blesep… slebb..!” suara
persetubuhkan kami kian indah dengan siraman shower di atas kami. Aku semakin
edan dan garang. Gerakan tubuhku semakin kencang dan cepat. Dapat kurasakan
gesekan batang kemaluanku yang berukuran raksasa ini mengocok liang vaginan
Vivi yang super rapat sempitnya. Dari posisi ini, aku ganti dengan posisi Vivi
yang menungging, aku menyodok vaginanya dari belakang. Lalu ke posisi dia
kupangku, sedangkan aku yang bergerak mengguncangkan tubuhnya naik, lalu
kuterima dengan menikam ke atas menyambut vaginanya yang melelehkan darah.  “Tidak Masss… ouh sakit.. uhhk… huuuk… ouhhh…
sakiiit..!” tangisnya sejadi-jadinya. Tetapi aku tidak perduli, sepuluh posisi
kucobakan pada tubuh bugil mungil Vivi. Bahkan Vivi nyaris pingsan. Tetapi
disaat gadis itu hendak pingsan, puncak ejakulasiku datang.

“Creeet… crooot.. sreeet… crreeet..!” muncratnya air mani yang memenuhi liang vaginanya Vivi bercampur dengan darahnya. Vivi jatuh pingsan. Aku hanya mengatur nafasku saja yang tidak karuan. Lemas. Vivi pingsan saat aku memasangkan kembali batang kemaluanku ke posisi dia, kugendong di depan dengan dadanya merapat pada dadaku. Pelan-pelan kujatuh menggelosor ke bawah dengan batang kemaluanku yang masih menancap erat di vaginanya.  Itulah pengalamanku dengan Tante Yus dan putrinya Vivi yang keduanya memang binal itu. Teriring salam untuk Vivi.  Demikianlah cerita bokep hot Hasrat sex dalam Kebimbangan dan Sedarah Gairah Nafsu Tante dengan Anaknya oleh cerita sex hot.

Sumber Bacaan Lainya

Muber Media – AI Image Collection
Agui Web
Beritain.Co

Perkosaan Seorang Biarawati cantik oleh sang pastur
CERITA SEXKU DENGAN BU DOSEN

Your email address will not be published. Required fields are marked *